Wednesday 5 October 2011

Menuju Gunung Argopuro [5] End


Selasa 6 september 2011
Pagi hari yang indah dan sepi, kami semua telah terbangun dalam irama pagi Cisentor. Tak banyak keriuhan yang kami dapatkan, tak ada keramaian yang kami jumpai. Hanya suara aliran sungai yang bisa kami dengar, hanya suara-suara dari mulut kami yang bisa kami tangkap. Sepi ini membuat nyaman, sepi ini membuat tentram.

Seperti biasa, aku menjadi orang yang terakhir terbangun. Di luar tenda, Ikhwan dan Omi sedang asyik membuat menu sarapan pagi, ya..sarapan untuk mengisi perut-perut kami. Kali ini mereka berdua mengolah Ikan Tuna kaleng, tak banyak menu yang dibuat hanya sekaleng Ikan Tuna, yang akan menjadi sahabat nasi pagi ini.

Menu telah tersaji, kamipun menyantapnya tanpa henti. Dan tak terasa menu-menu yang telah tersaji tadi seketika leyap dihadapan mata kami, menu-menu tersebut telah meluncur ke dalam lambung-lambung kami yang memang sangat membutuhkan pasokan makanan. Perut telah kenyang terisi, kini saatnya mulai membereskan barang-barang yang berserakan di dalam tenda ini. 

Panas matahari telah mulai menerjang dari balik pepohonan, namun barang-barang yang masih berserakan ini belum semuanya dibereskan. Ahh..tampaknya kami enggan untuk meninggalkan tempat ini, belaian sepi tempat ini membuat kami ingin selalu berleha-leha disini. Namun kami harus menanggalkan perasaan itu, karena sudah saatnya kami melanjutkan perjalanan untuk hari ini. 

Dan akhirnya barang-barang kami sudah dibereskan semua, saatnya kami mengucapkan selamat tinggal untuk Cisentor dan mengucapkan selamat datang Cikasur. Jam setengah 11 siang kami bergerak meninggalkan tempat ini, kami menuju tepi sungai dan kemudian menaiki bukit yang ada di depannya. Jalur menanjak terjal, sehingga membuat kami sering berhenti saat melewatinya. 

Selepas menaiki bukit, kami kemudian menyusuri jalur mendatar bukit ini. Jalur berdebu, dan pepohonan sesekali-sekali terlihat menutupi jalur. Seperti biasa, aku menjadi orang yang di depan, diikuti oleh Ikhwan dan Omi yang berjalan dibelakangku. Ahh..saat melintasi jalur ini, dan sedang menunggu temanku, tanpa sengaja aku menyentuh si Jelatang. Seketika tanganku terasa sangat sakit karena sengatannya. 

Kusiram tanganku dengan air, namun tetap saja rasa sakit itu masih amat terasa, ya..sudahlah, kunikmati saja rasa sakit tersebut, dan kemudian melanjutkan perjalanan setelah temanku tiba ditempatku berdiri ini. Melintasi bukit telah kami lalui, kami kemudian dihadapkan oleh savanna-savana indah dan luas, yang didominasi oleh rerumputan yang mengering. 

Perjalanan berubah drastis, kini kami harus berjalan dibawah teriknya sinar matahari. Namun teriknya Matahari tidak begitu dirasa, karena sepanjang jalan kami bisa menikmati pemandangan savana-savana indah seperti tak berujung. Kami seperti berada dihamparan pemadani yang dihiasi rumput.
 
Sesekali kami berhenti dibawah pohon yang rindang, beristirahat dibawah lindungannya. Kemudian kami mulai berjalan kembali. Setelah melewati savana ini, kami kemudian memasuki savana berikutnya. Jalur ini lebih indah dari sebelumnya, ditempat ini jalur dihiasi oleh pohon-pohon lavender yang amat sangat banyak. Kami seperti berada di hutan Lavender, dan warnanya begitu sedap dipandang. 

Pohon-pohon lavender ini sangat memanjakan mata, membuat kontras warna pemandangan tempat ini, sehingga kami begitu menikmati saat melintasi jalur ini. Selepas melewati jalur ini, jalur tak banyak berubah, kami masih saja melewati savana. Aahhh…ternyata jalur Baderan lebih banyak didominasi oleh banyaknya savana-savana, pantas saja kemarin kami lebih banyak menemui pendaki yang naik melalui jalur Baderan.
 
Namun kondisinya amat sangat panas, karena nyaris tidak dilindungi oleh pepohonan-peohonan tinggi. Oke..kami terus melewati jalur ini, rasa panas dari teriknya matahari bukanlah menjadi penghalang, akan tetapi menjadi pelengkap teman perjalanan kali ini. Selepas melewati savana, kami dihadapkan jalur turunan, dengan ilalang-ilalang tinggi dan terdapat beberapa pepohonan untuk tempat berteduh. 

Di tempat ini kami bertemu dengan rombongan pendaki yang hendak naik, kami menyapa mereka dan beristirahat bersama-sama disini. Obrolan-obrolan singkat terjadi disini, berbincang dari yang penting hingga yang tidak penting. Satu persatu rekan-rekan rombongan tersebut tiba, bergabung dan beristirahat bersama. 

Aahhh…rupanya dari 1 orang rombongan tersebut mengenal aku dan Ikhwan. Aku dan Ikhwan agak sempat kebingungan, namun setelah ia bercerita, kami baru menyadarinya. Dan rupanya ia juga menjadi teman kami di situs jejaring social yang bernama Facebook. Baru saja kami bertemu dengan rombongan tersebut, namun rasanya sudah mengenal lama, itu karena diantara kami selalu melakukan candaan-candaan, agar bisa mencairkan lelah. 

Dari Obrolan-obrolan itu, rombongan tersebut selalu merayu kami untuk bermalam di Cikasur. Mereka selalu bercerita tentang keindahan dan nikmatnya bermalam di Cikasur, kamipun mulai tergoda, dan ingin sesegera mungkin sampai di Cikasur. Yaa..kami memang berniat untuk bermalam lagi, namun sepertinya bukan di Cikasur. 

Selepas menghabiskan sebatang rokok, dan dingin mulai terasa, kamipun berpamitan kepada rombongan yang masih tersisa. Kami menuruni turunan ini, turunan yang tidak begitu terjal dan dikelilingi banyak ilalang dan pepohonan kecil. Selepas melewati turunan ini, kami melihat sebuah hamparan savana rerumputan yang amat sangat luas, dari kejauhan sana terlihat juga sebuah shelter dan bangunan-bangunan yang telah runtuh dibelakangnya. 

Wooww… pemandangannya sangat indah sekali. Ahh…mungkin ini yang dinamakan Alun-alun Cikasur. Kamipun menuruni turunan ini untuk sampai di savananya. Selepas sampai di savananya, kami menuju shelter untuk beristirahat. Di shelter banyak sekali motor-motor yang sedang terparkir, dan banyak sekali orang. Namun mereka bukan pendaki, tetapi mereka ialah penduduk. 

Kami tak tahu apa yang mereka lakukan disini, mencari kayukah? Atau apa. Sesampainya di shelter kami beristirahat sejenak disini, kemudian kami berbincang-bincang dengan orang-orang yang ada disini. Sesekali aku mengajukan beberapa pertanyaan kepada salah satu dari mereka, dan merekapun menjawabnya. 

Ahh..rupanya savana yang tadi aku lihat dari atas bukit tersebut dulunya adalah tempat landasan pesawat. Ooohh..rupanya itu dia landasannya, bekas landasan tersebut masih bisa terlihat jelas dengan mata. Namun kami tidak sempat mengunjungi bekas-bekas bangunan yang berada di dekat shelter ini. Kami lebih tertarik untuk menjumpai Sungai Cikasur. 

Setelah beberapa saat beristirahat, kamipun berpamitan kepada mereka. Kemudian kami menuju Sungai Cikasur yang masih berada beberapa puluh meter dari tempat ini. Tak beberapa lama berjalan, aliran sungai Cikasur sudah bisa kami lihat dari sini, wooowwww…sangat indah dan sungguh memanjakan mata. Aliran sungai yang berkelok-kelok serta warna hijau diatas permukaannya. 

Untuk menuju sungainya kami harus turun terlebih dahulu, jam telah menunjukkan jam setengah 2 siang, akhirnya kami tiba di tepi sungai Cikasur. Sungai yang berada di lembah ini sungguh sangat menggoda, menggoda untuk menikmati airnya. Di tepi sungainya juga banyak di tumbuhi pohon selada air (salah satu maskot Gunung Argopuro).
 
Banyak para pendaki yang memanfaatkan selada air ini menjadi makanan. Kami telah berada di tepi sungai, Ikhwan mengajakku untuk menceburkan diri di airnya, namun aku menolaknya. Aku hanya memandangi sungai tersebut dan air jernihnya, semakin aku memandangi sungainya, semakin kuat pula rayuan sungai Cikasur untuk aku menceburkan diri. 

Keinginan tersebut akhirnya tak bisa tertahan lagi, tanpa memberitahukan Ikhwan, aku lepaskan pakaianku, dan kemudian berkata kepada Ikhwan “ayoo kita nyebur”. Awalnya aku enggan untuk menceburkan diri, karena pasti tubuhku akan mengigil kedinginan. Namun akhirnya rasa itu terkalahkan oleh rayuan sungai Cikasur. 

Akupun menceburkan diri, namun hanya sebatas kaki, kemudian disusul Ikhwan yang juga menceburkan dirinya, sementara Omi lebih asik bermain-main di tepian sungai. Awalnya terasa dingin, namun sangatlah segar. Aku tidak puas jika menceburkan kakiku saja, akhirnya aku menceburkan seluruh badanku, seketika badan mendadak mengigil namun amat sangat segar terasa. 

Ahh..sudah sekitar 5 hari aku tidak mandi, kini saatnya aku gunakan kesempatan ini, untuk sekedar membasahkan tubuhku disegarnya air sungai itu, panasnya sinar mentari tak lagi begitu terasa. Omi yang tadinya ada di tepian sungai, kemudian juga ikut turun, namun ia tidak menceburkan badannya, ia hanya menceburkan kakinya, sembari memetik selada air, yang rencananya akan kami jadikan menu makan malam nanti. 

Berhubung membawa kamera underwater, akupun sempat mengabadikan beberapa pemandangan bawah air sungai Cikasur. Pasirnya yang indah, airnya yang jernih, bebatuan, dan akar-akar selada air menjadi target sasaranku untuk diabadikan. Tak lama berselang Ikhwan memintaku untuk memoto dirinya saat berada didalam air, akupun mengiyakannya. 

1 foto berhasil kudapat, namun hasilnya kurang memuaskan. Lalu Ikhwan memintaku untuk mengulanginya lagi, dan akhirnya didapatkan hasil yang bisa membuatnya puas. Kemudian Ikhwan menyuruhku untuk melakukan hal yang serupa dengannya. Akupun mulai menenggelamkan seluruh tubuhku, namun sial, battre kamera yang dibawa habis. 

Ahh..sayang disayang, battre kamera yang dibawa hanyalah satu, dan tidak ada cadangannya. Alhasil aku hanya bisa menggertu kekesalan, karena gak dapet foto seperti yang kulakukan pada Ikhwan. Tapi yaa..sudahlah kunikmati saja bermain air di Sungai ini, gak ada gunanya juga terus disesali. Kamipun terus menikmati segarnya air sungai Cikasur ini. 

Setelah dirasa puas, aku kemudian naik ketepian sungai disusul Ikhwan yang juga ikut naik. Namun Omi masih asik meyemai helai demi helai selada air, tak lama kemudian, setelah dirasa cukup iapun naik ketepian. Ahh..sungguh segar rasanya setelah menceburkan diri di sungai, setelah beristirahat sehabis mandi, saatnya kami akan melanjutkan perjalanan. 

Baru saja aku menggendong Tas, tak sengaja pandanganku menuju ke arah kiri, dan aku melihat 2 ekor Merak sedang menari-nari indah dengan ekornya yang sedang mekar. Ahhh…itulah yang kami tunggu-tunggu dari tadi, akupun sontak memberitahukannya pada Ikhwan dan Omi, dan mereka berduapun berdecak kagum. 

Kami terus menikmati tarian-tarian Merak itu dari sini, dari jarak kira-kira sekitar 25an meter. Ahhh…sayang, kamera telah habis battre, kami tidak bisa memfotonya, dan akhirnya aku berinisiatif untuk memfoto Merak tersebut dari kamera Handphoneku. Namun tidak mungkin kamera Handphoneku bisa menangkap gambar Merak tersebut dari jarak sejauh ini. 

Akhirnya aku berjalan melewati rerumputan itu, agar bisa berada tidak begitu jauh dari Merak yang berada di sebrang sungai tersebut. Aku berjalan menunduk, mengumpat diantara ilalang-ilalang tinggi. Namun saat hendak berada persis disebrangnya, Merak tersebut sepertinya mengetahui keberadaanku. 2 ekor merak itupun kabur dan terbang, yang 1 terbang ke pohon. 

Akhirnya aku hanya bisa memandangi Merak tersebut yang sedang menemplok di batang pohon, akan tetapi kamera handphobe tidak dapat menangkapnya saat aku bidikan ke arahnya. Hmmm…aku tak bisa lagi menikmati tarian Merak dengan ekornya yang mekar itu. Namun aku masih enggan untuk bergerak dari sini, aku masih saja menikmati Merak tersebut, walaupun hanya menemplok di batang pohon.
 
Tak lama Ikhwan dan Omi menghampiriku, mereka juga rupanya ingin menyaksikan Merak itu dari posisi ini, kamipun menyaksikannya bersama. Namun terbesit dalam tanyaku, kemana Merak yang satunya lagi?, apakah dia masuk ke dalam hutan?. Berhubung kami tidak menemukan Merak yang satunya lagi, akhirnya kami memandangi Merak yang berada diatas pohon tersebut.

Kami hendak meninggalkan posisi ini, namun tanpa sengaja pandanganku tertuju pada satu titik, dan rupanya Merak yang tadi menghilang kini bisa kembali kulihat. Aku menyuruh Omi dan Ikhwan untuk memalingkan pandangannya ke arah sana. Wooww…Merak itu tampak menari-nari dengan ekornya yang mekar, dan di dekatnya terdapat seekor ayam hutan. 

Namun sayang, ekornya tidak seindah Merak yang satunya, sepertinya bulu-bulu ekor Merak tersebut rontok, tak ada bulu dan warna khas dari ekor Merak tersebut. Akan tetapi kami tetap saja ingin menikmati keanggunan Merak tersebut, sesekali aku bidikan kamera handphoneku ke arahnya. Sementara Merak yang satu masih santai-santai di atas pohon tersebut, sepertinya ia enggan untuk turun. 

Akhirnya aku bisa bertemu Merak di habitatnya, biasanya aku hanya melihat Merak di sebuah kebun binatang, kini Merak tersebut bisa kulihat sedang asik bermain di habitatnya (Alhamdulillah). Kami telah puas menikmati kemolekan Merak tersebut, kini saatnya kami kembali melanjutkan perjalanan. 

Rencananya kami ingin bermalam di Cikasur, akan tetapi karena melihat waktu yang masih panjang, kamipun mengurungkan niat tersebut. Lebih baik sisa waktu tersebut kami gunakan untuk melanjutkan perjalanan, dan kami memutuskan untuk bermalam di Pos Mata Air, entah 3, 2 ataupun 1, tergantung dengan kondisi. 
Namun karena mengetahui informasi bahwa di Pos Mata 3 dan 2 tidak terdapat air, akhirnya alternatifnya ialah bermalam di Pos Mata Air 1. Ahhh..namun itu masih jauh dari angan-angan, karena sebelum untuk sampai ke tempat-tempat tersebut kami masih harus melewati jalan-jalan panjang ini. 

Kami melewati tanjakan ini seperginya kami dari tempat tadi memandang si Merak. Jalur kali ini dipenuhi oleh debu, berbeda dengan sebelumnya, debu di jalur ini sangat tebal. Selepas melewati tanjakan tersebut, kami kemudian berjalan di jalur yang datar dan berdebu ini, melewati savana. Dan tampak disebelah kiri terdapat bangunan yang menyerupai kamar mandi. 

Kami terus melewati jalur yang berada di depan kami, dan savana-savana masih menjadi penghias perjalanan ini, dan tak bosan-bosannya kami memandangnya. Kami terus berjalan menikmati jalur demi jalur ini, melewati beberapa savana, hingga akhirnya kami telah melewati savana terakhir. Di savana terakhir ini terdapat sebuah bukit di sebelah kanan, dan jalurnya seperti memutari sebagian bukitnya. 

Jalur savana telah terlewati, kini saatnya kami memasuki jalur bukit. Saat memasuki bukit jalur menanjak lumayan terjal, debu-debu berhamburan dan agak sedikit menganggu penglihatan. Namun kami tak memperdulikan itu semua, kami terus melewatinya tanpa ada perasaan resah. 

Sesekali kami harus dibuat berhenti saat melewati tanjakannya, dan sampai akhirnya kami berhasil melewatinya. Kini jalur turunan berada di depan mata kami, debu-debu makin bebas berterbangan, bergulung-gulung seakan-akan mengejar langkah kami. Sesekali kami juga harus berhenti, karena ada motor yang melintasi jalur ini. 

Menyebalkan jika motor lewat, debunya sangat tidak karuan, sehingga kami harus menutup mulut kami saat motor melewati jalur yang kami sedang lewati. Kami terus berjalan, seperti biasa aku berada di paling depan, sementara Ikhwan dan Omi berada di belakangku. Aku sesekali berhenti untuk menunggu Ikhwan dan Omi yang masih tertingal. 

Entah kenapa langkahku begitu cepat, baru saja aku berjalan, namun saat kunengok kebelakang, Ikhwan dan Omi tidak ada di belakangku. Menjelang jam sentengah 6 tanpa terasa aku melihat beberapa pendaki sedang duduk-duduk di depan tenda-tendanya. Aku menghampirinya, sembari beristirahat. Saat kubergabung bersama mereka, aku melihat sebuah papan petunjuk, yang bertulisakan Pos Mata Air 1. 

Ahhh…rupanya aku telah melewati Pos Mata Air 3 dan 2, tempat yang rencananya akan kami gunakan untuk bermalam. Akhirnya aku berbincang-bincang dengan pendaki tersebut sembari menunggu Ikhwan dan Omi tiba, dan akan membahas tentang bermalam nanti. Sekitar 7 menit berlalu, akhirnya Ikhwan dan Omi tiba di Pos Mata Air 1, dan kamipun bergabung dan berbincang-bincang disini. 

Di Pos Mata Air 1, akhirnya kami memutuskan untuk tidak bermalam lagi, kami akan melanjutkan perjalanan hingga ke Baderan, karena dari sini Baderan sudah tidak begitu jauh. Menurut pendaki tersebut, kami hanya perlu menghabiskan waktu 1,5 jam lagi untuk sampai di Baderan. Namun aku agak curiga, sepertinya gak mungkin menghabiskan waktu 1,5 jam lagi untuk sampai di Baderan. 

Tapi tak apalah, itung-itung sebagai penyemangat kami untuk benar-benar sampai di Baderan. Menurut pandanganku, kami harus menghabiskan waktu sekitar 2,5 – 3 jam perjalanan, tapi aku enggan untuk memberitahukannya kepada Ikhwan dan Omi, takut-takut mematahkan semangat mereka. 

Hari mulai gelap, kami terus berbincang-bincang dengan rombongan pendaki tersebut. Kami disuguhkan kopi, teh dan sebuah makanan yang sangat nikmat, yaitu ikan asin goring tepung (aku menyebutnya), dan 1 buah makanan lagi yang aku lupa namanya. Makanan tersebut terbuat dari adonan tepung yang terasa asin, kata salah satu dari mereka sih, tadinya mau bikin cucur (sambil tertawa). 

Hari mulai gelap. Sebelum kami bergegas, kami sempatkan untuk menikmati sinar bulan dan bintang-bintang yang mulai bermunculan dari disini. Setelah puas beristirahat disini, dan tubuh mulai kedinginan, langitpun mulai benar-benar gelap, akhirnya kami berpamitan. Kami menjabati tangan mereka satu persatu sebelum melanjutkan perjalanan, dan kini saatnya kami mulai melanjutkan perjalanan turun. 

Sinar-sinar senter menjadi penerang jalan kami, kami terus melewati jalan ini. Sinar bulan dan taburan sinar bintang menjadi penghias perjalanan kami melewati jalur-jalur ini. Dan tak terasa akhirnya kami sampai di lading penduduk, dari sini kami bisa memandangi sinar-sinar lampu kota Situbondo. Saat melintasi jalur ini, kami seperti terus mengitari bukit. 

Entah sudah berapa bukit yang kami putari, benar saja perkataan temannya Ikhwan yang ketemu di Rawa Embik, bahwa jalur ladangnya panjang banget, terkadang bisa stress dibuatnya. Namun panjangnya lading tersebut kami terus nikmati, hingga akhirnya kami memasuki jalan berbatu yang batuannya lumayan tajam. Seperti biasa aku berjalan paling depan, dan sesekali menunggu Ikhwan dan Omi. 

Ditengah perjalanan yang berbatu ini, kami mengadakan diskusi kecil, Ikhwan dan Omi menyuruhku untuk turun duluan. Bukan karena kenapa-kenapa, namun karena aku ditugaskan untuk sesegera mungkin sampai di bawah dan segera menuju warung, takut-takut warung-warung dibawah sudah pada tutup. Berhubung aku masih tenagaku masih panas, akupun mengiyakannya. 

Aku kemudian meninggalkan mereka, dan aku melesat menembus malam diantara jalur-jalur yang berbatu ini. Lampu-lampu rumah penduduk makin jelas kulihat, sepertinya beberapa menit lagi aku akan sampai di bawah. Dan sampai akhirnya akupun tiba di sebuah pertigaan, yang banyak terdapat rumah-rumah, dan aku melewati sebuah gapura pintu pendakian, yang aku lupa bertuliskan apa. Alhamdulillah akhirnya aku telah sampai di Baderan. 

Namun aku tak tahu letak warung berada dimana, dan aku beristirahat di sebuah tempat seperti Pos Ronda. Sebenarnya di depan tempatku berada ada sebuah warung namun sudah tutup. Sesekali aku bertanya kepada warga yang kebetulan melintas, untuk menayakan kantor PHPA dan warung, dan warga itupun menjawab, bahwa kantor PHPA dan warung masih berada diatas dikit. 

Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu Ikhwan dan Omi di tempat ini, tepat di pertigaan. Karena jika aku bergerak terlebih dahulu ke warung, aku takut mereka berdua kebingungan mencariku. Sembari menunggu kuhidupkan handphone, untuk memberi kabar kepada teman-teman. Merokok dan berSMSan sembari menunggu Ikhwan dan Omi tiba, untung saja udara disini tidak begitu dingin, sehingga aku masih bisa bertahan untuk menunggu Ikhwan dan Omi. 

Kulihat jam di layar handphone, jam menunjukkan pukul setengah 9 kurang 10 menit, dan kira-kira menunggu sekitar 20an menit, akhirnya Ikhwan dan Omi tiba. Aku menyambut meraka dengan ucapan “selamat datang”, tampak wajah kelelahan yang tadi mereka rasakan seketika berubah menjadi senyum karena sudah sampai disini. Kami bergabung dan beristirahat sejenak disini, sebelum menuju warung dan kantor PHPA. 

Tak lama berselang, kami bergerak menuju warung. Ahh..untung saja masih ada warung yang buka, karena kulihat tak ada tanda-tanda warung yang buka selain ini. Akupun masuk kedalamnya, memesan makan dan segelas teh manis, begitupun juga dengan Omi dan Ikhwan yang ikut memesan menu yang sama, yaitu mie goreng dengan lontong. 

Menu telah tersaji, namun tidak seperti yang kami bayangkan sebelumnya, rupanya menu yang tersaji amat sangat istimewa karena selain Mie dan lontong, terdapat Tahu dan sambal kecap lengkap dengan potongan cabe rawit. Wooowww…I like this, akupun segera melahapnya, melahap seperti orang kelaparan. 

Aku telah selesai makan, Ikhwan dan Omi masih asyik melahap menu tersebut. Namun karena kami telah ditunggu di kantor PHPA, akupun diperintahkan Ikhwan dan Omi untuk segera menuju ke sana, karena gak enak takut terlalu lama menunggu. selepas makan aku menuju kantor PHPA, sempat bingung kemana harus melangkah, karena belum tahu letak kantor tersebut. 

Untung saja aku bertemu dengan penduduk, dan penduduk tersebut mengantarkanku ke kantor PHPA, rupanya rumah penduduk tersebut berdekatan dengan kantor PHPA (terima kasih pak!!). sesampai di kantor PHPA aku beristirahat dan berbincang-bincang dengan pemegang kuncinya. Yaa..kami memang akan bermalam di kantor PHPA, namun bukan di kantornya, akan tetapi di sebuah bangunan yang terletak bersebelahan dengan kantor PHPA. 

Bangunan tersebut memang sering digunakan oleh pendaki baik yang hendak naik ke Argopuro maupun turun. Sembari menunggu Ikhwan dan Omi, aku melanjutkan perbincangan-perbincangan pendek, dan sampai akhirnya Ikhwan dan Omi datang. Kami kemudian dipersilahkan masuk dan beristirahat, namun sebelum benar-benar tidur, kami diharuskan mengisi data-data kami. Ahhh…mumpung belum ngantuk, aku menyempatkan diri melihat-lihat nama-nama yang tercatat di buku tersebut. 

Setelah melihat-lihat buku tersebut.  aku sempatkan bertanya-tanya tentang gunung Argopuro kepada mas Samiaji, seseorang yang bertugas di kantor PHPA dan yang memegang kunci tempat ini. Kami sangat terkesima mendengar cerita-ceritanya, baik tentang Argopuro maupun tentang pendaki-pendaki yang pernah diantarkannya, sesekali ia juga curhat kepada kami :D. 

Puas sudah mendengar cerita tentang Argopuro dan berbincang-bincang, kini saatnya kami mulai beristirahat untuk mengilangkan lelah, dengan cara tidur. Dan akhirnya syukur Alhamdulillah pendakian ini bisa kami selesaikan tanpa kendala. Dan akirnya belaian lembut Baderan menuntun kami menikmati tidur nyenyak kami.
 
Rabu 7 September 2011
Pagi hari kami telah terbangun, dan kami mulai membereskan barang-barang bawaan kami. Selepas membasuh muka dan gosok gigi, akupun mulai membereskan barang-barang bawaanku. Sebenarnya aku ingin mandi, namun karena air tidak keluar dari kemarin di kamar mandinya akhirnya aku mengurungkan niat itu. Ikhwan sepertinya habis mandi menggunakan air yang masih tersisa di bak.

Kalo Omi gak tau mandi atau gak, soalnya saya gak liat :P. tapi sepertinya ia hanya cuci muka dan gosok gigi saja. Aku telah membereskan barang-barang bawaanku, Ikhwan dan Omi juga sudah hampir selesai membereskan barang-barangnya. Tadinya kami hendak turun menggunakan mobil, namun sampai saat ini menurut mas Samiaji, mobil tersebut masih berada di bawah, kemungkinan baru sampai sini sekitar jam 9. 

Karena kami takut kesiangan, akhirnya kami memutuskan untuk naik ojek, setelah sebelumnya di tawarkan oleh mas Samiaji, dengan harga Rp 50.000 menggunakan 2 motor dan kami akan diantarkan sampai ke terminal Besuki. Sekitar jam 7 pagi kurang, kami bersiap-siap untuk menuju Besuki,  2 buah motor yang akan kami tumpangi sudah siap mengantarkan kami.
 
Sebelum meninggalkan tempat ini kami sempatkan untuk berfoto di depan kantor PHPA. Aku dan Omi menaiki motor yang akan dikendarai oleh mas Samiaji, secara badan kami berdua kecil. Sementara Ikhwan menaiki motor yang dikendarai oleh temannya mas Samiaji. Saatnya kami meninggalkan Baderan, di sepanjang jalan, aku terus memandangi pegunungan Hyang tersebut. 

Aaahhh…rupanya jarak dari Baderan ke Besuki lumayan sangat jauh, jadi menurutku amat sangat murah untuk membayar ojek dengan harga masing-masing Rp 25.000 untuk 1 motornya. Setelah menghabiskan waktu lebih dari sejam, kami akirnya sampai di terminal Besuki. Terminal Besuki terletak berdekatan dengan pasar. 

Sesampainya di Terminal, kami menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu, dan mengajak mas Samiaji dan temannya untuk sarapan bersama. Kami masuk ke dalam pasar sambil diantar mas Samiaji untuk mencari warung yang recommended, terutama harganya :D. dari parkiran Motor kami memasuki pasar, lalu berbelok ke kiri, dan memasuki sebuah warung di dekat pertigaan. 

Woowww…menu-menu yang tersaji sangat istimewa disini, dan harganya pun relative amat sangatlah murah. Selesai makan kami hanya membayar Rp 45.000 untuk berlima, dengan menu yang lumayan super mewah, plus dengan teh manis hangat. Selepas makan mas Samiaji berpamitan kepada kami, karena iya hendak berkerja, dan akhirnya kami berpisah disini, “terima kasih mas” ucap kami semua. 

Aku sempatkan untuk mandi disini, yaa..karna itulah yang memang sangat kuinginkan. Sebelum meninggalkan Besuki, kami masih asik menikmati suasana disini, hingga pada akhirnya sekitar pukul setengah 11 kami menuju ke tempat di mana kami menunggu. kami menaiki Bus ke Surabaya via Probolinggo, yaa..kami memang akan ke Surabaya sebelum kembali menuju Rumah masing. 

Ongkos yang harus kami bayar sebesar Rp 20.000 perorang, kini saatnya kami melambaikan tangan kepada Pegunungan Hyang, dan menikmati perjalanan menuju Surabaya menggunakan Bus Ladju. Terima kasih atas semua yang kau berikan, kenangan bersamamu akan selalu kukenang. Cerita-cerita masa lalumu akan selalu kuingat, terutama tentang Dewi Rengganis. TERIMA KASIH TUHAN, TERIMA KASIH ARGOPURO. 

Terima Kasih banget untuk Allah SWT, atas perlindunganNya selama pendakian. terima kasih Juga untuk yang selalu mendoakan kami :), orang tua dan teman-teman.

special Thanks to Hero, Devim, dan Cempluk yang udah ngasih informasi Jalur Gunung Argopuro.
 

Transportasi dari Jakarta transit Malang
Jakarta – Malang Rp 51.000 via KA Matarmaja
Malang – Arjosari Rp 5000 (kena tuslah) via Angkot
Arjosari – Terminal Baru Probolinggo Rp 12.000 via PO Bus Ladju
Terminal Baru – Terminal Lama (pangkalan bus AKAS) Rp 3000 via Angkot
Terminal Lama – Bremi Rp 12.000 via Bus AKAS (terakhir jam 16:30)
Baderan – Besuki Rp 25.000 permotor via Ojek
Besuki – Surabaya Rp 20.000 via PO Bus Ladju

Lama perjalanan (pengalaman saya)
Bremi – Taman Hidup 8 jam
Taman Hidup – Cisentor 10,5 jam
Cisentor – Rawa Embik 2 jam
Rawa Embik – Puncak Argopuro 1,5 jam
Puncak Argopuro – Puncak Rengganis 30 menit
Puncak Rengganis – Cisentor 2 jam
Cisentor – Cikasur 3 jam
Cikasur – Baderan 6 jam

Perijinan
Bremi: Polsek Krucil
Baderan: kantor PHPA Baderan

No comments:

Post a Comment