Wednesday 5 October 2011

Menuju Gunung Argopuro [4]


Senin 5 september 2011
Pagi hari aku telah terbangun oleh kesibukan-kesibukan Ikhwan dan Omi diluar tenda, aku masih malas untuk bangun, sesekali aku rebahkan tubuhku lagi. Dan akrhirnya aku benar-benar terbangun, aku terduduk di pintu tenda dan memandang keluar, Ikhwan dan Omi sedang sibuk membuat sarapan, sementara dibelakang mereka terjadi kesibukan yang berbeda.

Kesibukan yang terjadi ialah, beberapa pendaki yang semalam bermalam disini, sedang sibuk membereskan barang-barang, sepertinya mereka akan hendak turun. Aku keluar tenda, kemudian mereguk sebuah minuman hangat yang sudah tersaji. Si Ikhwan sedang sibuk mengaduk-ngaduk nasi dari rantang trangianya, dibantu oleh Omi yang juga sibuk menaburkan bumbu kedalam rantang tersebut. Ahhh…mesranya mereka :D.


Hari ini perjalanan selanjutnya ialah ke Puncak Argopuro dan Puncak Rengganis. Yaa…kami akan mengunjungi 2 puncak sekaligus dihari ini, karena memang lokasinya yang berdekatan. Sebelum melakukan perjalanan, seperti biasa, sarapan menjadi ritual wajib. Kali ini menunya ialah nasi goring, sesekali aku ikut mengaduk-ngaduk dan memberikan bumbu, karena menurutku rasanya masih kurang bumbu.

Sinar mentari sudah menyengat kulit, padahal jam masih menunjukkan pukul 8 pagi. Menu telah selesai dibuat, kini saatnya kami melahapnya. Nasi goreng ditemani dengan irisan col dan snack yang terbuat dari tahu, meluncur bebas kedalam tenggorokan, sesekali mereguk air untuk memuluskan perjalanannya.

Sarapan telah selesai, lalu menikmati sejenak suasana di Cisentor. Tak lama kemudian, Ikhwan dan Omi menuju menuju aliran sungai untuk mencuci peralatan masak, dan membasuh wajah,  yang terletak tidak begitu jauh dari tempat kami mendirikan tenda. Tak lama kemudian akupun menyusul mereka, rupanya banyak kesibukan disungai tersebut.

Aku sempatkan diri untuk membasuh wajahku disegarnya air sungai itu, ahh..sungguh segar dan terasa sangat segar. Tak beberapa lama berada di tepi sungai, aku bergegas melakukan kebiasaan ritual setelah sarapan. Selepas melakukan ritual, aku kembali ke camp, dan mulai bersiap-siap membawa barang-barang untuk perjalanan ke puncak nanti.

Ikhwan dan Omi telah selesai melakukan aktifitasnya di sungai tadi, dan kini kamipun siap untuk melanjutkan perjalanan. Kami hanya membawa barang yang diperlukan saja, sementara sisanya kami tinggal di dalam tenda. Sementara itu, pendaki yang semalam berada diarea kami berpamitan untuk turun, mereka turun melalui jalur Bremi, kebalikannya dari kami.


Oke…waktu sudah menunjukkan jam setengah 11, saatnya kami mulai berjalan lagi. Sebelum jalan, kami sempatkan untuk berfoto di shelter Cisentor. Baru saja kami hendak berjalan, rupanya pendaki-pendaki yang bermalam diatas tidak jauh dari kami, turun. Kami menunggu mereka semua turun dahulu, dan merekapun berpamitan sambil berjabat tangan, mereka juga akan turun melalui jalur Bremi.

Yaa..mereka semua sudah turun, sebelum kami naik, kami berdoa terlebih dahulu agar diberikan perlindungan oleh sang Pencipta, Allah SWT. Selepas berdoa kami mulai melangkahkan kaki di jalur yang berdebu itu, jalur setapak dan menaiki punggungan bukit ini harus kami lalui. Jalur didominasi oleh ilalang dan pepohonan yang tidak begitu tinggi.


Selepas menaiki bukit, kami tiba ditempat yang menurutku begitu indah. Kami berjalan diantara pepohonan berwana hijau, aku tak tahu nama pohon itu, yang aku tahu pohon itu sangatlah indah. Kami berhenti sejenak disini, dan berfoto diantara pohon-pohon ini. Jalur sangat bersahabat, banyak sekali jalur mendatar yang kami jumpai. Setelah melewati jalur tersebut, kami dihadapkan oleh jalur yang tak kalah indah.

Kami melewati jalur yang didominasi oleh pohon-pohon eidelwis yang lumayan tinggi. Bunga-bunganya pun banyak yang bermekaran, dan kami melangkah dibawah rimbunnya. Ahhh…tak pernah kami menjumpai jalur seperti ini, kami seakan berada di hutan eidelwis. Dan tak lupa kamipun mengabadikannya melalui kamera yang kami bawa.

Sungguh enggan meninggalkan tempat ini, namun kami harus tetap berjalan untuk mencapai tujuan. Setelah melewati hutan eidelwis jalur kemudian menanjak dan menaiki bukit, kemudian menuruninya, dan lalu menaikinya. Selepas menaiki bukit yang kedua kami dihadapkan jalur yang menuruni bukit, kami melewati jalur tersebut, dan kami tiba ditempat yang terbuka dan datar.

Aku yang berjalan lebih dahulu kemudian menunggu Ikhwan dan Omi ditempat datar yang berada diujung sana. Ditempat ini aku mendengar aliran sungai, sesampainya ditempat datar itu, aku kemudian melihat sebuah pohon yang terpasang plang dan bertulisan Rawa Embik. Ahhh…Alhamdulillah akhirnya tiba di Rawa Embik.

Dari Rawa Embik ke Puncak sudah tidak begitu jauh. Disini juga terdapat air untuk keperluan, dan ditempat ini bisa dijadikan camp sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak. Aku beristirahat dibawah pohonnya, sembari menunggu Ikhwan dan Omi. Tak lama kemudian, aku melihat beberapa pendaki yang sepertinya baru turun dari Puncak.

Tak lama itu pula Ikhwan dan Omi tiba. Ahh..rupanya beberapa pendaki tersebut mengenal Ikhwan, itu kutahu karena mereka berteriak memanggil nama Ikhwan dan Ikhwan memanggilnya kembali. Saat itu sudah jam setengah 1 siang, akhirnya Ikhwan dan Omi bergabung bersamaku, kemudian disusul oleh teman-temannya Ikhwan yang baru turun dari Puncak.


Merekapun bergabung dan berkumpul bersama kami disini untuk beristirahat. Obrolan-obrolan seru terjadi disini, saling ledek menjadi menu utama perbincangan. Sungguh sejuk beristirahat disini, dibawah pohon kami terus berbincang-bincang. Aku kemudian bertanya kepada mereka mengenai jalur-jalur untuk menuju Puncak, merekapun bercerita sembari menunjukkan beberapa foto.

Ahh…aku senang sekali, karena mendapatkan informasi dan gambaran mengenai jalur-jalur yang akan kami lalui nanti. Menurut info yang mereka berikan, kami masih harus melewati 3-4 bukit lagi untuk sampai di Savana Lonceng. Savana Lonceng ialah jalur terakhir untuk mencapai Puncak.
Dari Savana Lonceng jalur terpecah menjadi, jika ingin ke Puncak Argopuro maka kita harus mengambil jalur yang kanan,  Jika hendak ke Puncak Rengganis, maka ambil jalur yang kiri. Sembari melihat-lihat foto dari kamera yang mereka bawa informasi itupun selalu kuingat, untuk bekal perjalanan kami nanti. Syukurlah kami mendapatkan informasi lagi sebelum mencapai puncak.

Sudah puas beristirahat disini, jam 1 lewat kami melanjutkan perjalanan lagi, dan merekapun juga berpamitan untuk melanjutkan perjalanan turun. Kami berjalan diantara savana rumput Rawa Embik, jalur yang kami lewati agak sedikit menanjak, lalu memasuki sebuah bukit, dan melewati punggungannya.

Bukit pertama telah dilewati, lalu kami memasuki bukit yang kedua, jalur setapak dengan jurang yang disebelah kirinya. Saat melintasi bukit ini, kami melihat kearah kanan, dan berpendapat bahwa yang kami lihat itu adalah puncak Rengganis, entahlah kami tidak mengetahuinya.


Selepas melewati bukit, kami kemudian tiba di savanna, lalu kemudian memasuki bukit lagi, jalur sangat bersahabat. Ada beberapa tanjakan namun tidak begitu terjal, selepas melewati bukit tersebut, kami tiba lagi di savanna, namun sepertinya bukan savanna lonceng, karena berbeda dengan yang kami lihat di kamera tadi.
Selepas melewati bukit, kami mulai memasuki jalur yang rindang.

Woooowwww…di jalur ini, kembali kami temui pohon-pohon eidelwis yang bertinggi kira-kira 2-2,5 meteran.Ahhh…ini mengingatkan kami akan jalur yang kami lewati tadi sebelum sampai di Rawa Embik. Terus melewati jalur yang ditumbuhi pohon-pohon eidelwis, akhirnya tidak terasa sampai ujung jalur yang dipenuhi pohon-pohon tersebut.

Ikhwan dan Omi masih berada dibelakang. Aku yang telah sampai terlebih dahulu, kemudian beristirahat dibawah rimbunnya pohon-pohon eidelwis, sementara tepat dihapanku adalah Savana Lonceng, ini persis seperti yang aku lihat di kamera tadi. Sembari menunggu dua orang temanku, aku menyempatkan diri memperhatikan sekitar.

Aku terus mengamati jalur, sesekali memandangi memandangi puncak bukit yang ada di depanku. Yaa..itulah puncak Argopuro, tempat yang akan kami kunjungi nanti, dan disebelah kiriku adalah puncak Rengganis.

Setelah memperhatikan sekitar, aku duduk-duduk kembali dibawah pohon eidelwis untuk menunggu Ikhwan dan Omi tiba, tak lama berselang mereka berduapun tiba, dan merekapun ikutan beristirahat bersamaku dibawah rindangnya pohon ini. Sembari beristirahat, foto-foto dulu di Savana Lonceng, sebagai tanda takut-takut kami lupa jalur untuk kembali setelah turun puncak.


Istirahat selesai, saatnya kami melanjutkan perjalanan lagi. Karena kami akan mengunjungi puncak Argopuro terlebih dahulu, kami melewati jalur yang sebelah kanan (yang lurus gak tau kemana :p). Jalan datar yang didominasi oleh rerumputan kami lewati, menuju kearah bukit yang berada tepat didepan kami, selepas jalan datar, lalu da turunan, dan kemudian menaiki bukit.

Ahhh…tanjakan terjal menanti di depan kami, tanjakan inilah yang akan membawa kami untuk mencapai Puncak Argopuro, jalur berdebu dan berbatu menjadi pijakan kaki-kaki kami. Lagi-lagi Ikhwan dan Omi tertinggal dibelakang, akupun terus melanjutkan perjalananku. Sesekali langkah ini harus terhenti, guna menghela nafas yang terasa ngos-ngosan.

Mencapai pertengahan bukit, batuan-batuan besar banyak terdapat, dan aku menghentikan langkahku. Kupandangi puncak bukit yang berada dihadapanku, puncak yang terbuka itu seolah-olah melambai kepadaku. Aku kemudian melanjutkan perjalanan, melewati jalan-jalan yang berbatu dan menanjak semakin terjal.

Dan tak terasa aku terus berjalan, aku telah tiba di tempat datar, dan kulihat sebuah tunpukan-tumpukan batu. Ahhh…syukur Alhamdulillah akhirnya aku sampai di puncak Argopuro dengan ketinggian 3.088 MDPL. Puncak Argopuro tidak seperti puncak-puncak pada umumnya, puncaknya tidak terbuka dan banyak dikelilingi oleh pepohonan.


Tapi aku tak peduli, aku tetap menikmati semua, semua yang disajikan oleh Puncak Argopuro, akupun merasakan kesenangan. Aku berharap Ikhwan dan Omi juga merasakan kesenangan seperti yang kurasa. Namum mereka harus menundanya dan harus bersabar, karena mereka belum tiba disini, mungkin sebentar lagi mereka sampai.

Sembari menunggu mereka berdua, aku menikmati suasana disini. Sungguh damai rasanya, aku seperti berada di dunia yang berbeda. Sembari menikmati, aku sempatkan foto-foto di tumpukan batu-batu tersebut sebagai penanda Puncak, kebetulan kamera ada di tanganku :D. Tak lama sehabis berfoto, kira-kira waktu menunjukkan jam setengah 3,  Ikhwan dan Omi akhirnya tiba.

Akupun menyambut mereka, dan merekapun terpana seperti tak percaya. Mereka memandangku dan sekeliling tempat ini, kemudian menuju ke tumpukan batu sebagai penanda puncak. Ahh..akhirnya kami bersama bisa menikmati puncak, rasa lelah sudah tak kami rasa, hanya kesenangan dan keindahan yang kami rasa setelah mencapai Puncak Argopuro.

Puncak Argopuro ialah puncak tertinggi di pegunungan Hyang (setau saya loh.. CMIIW) ada beberapa jalur yang bisa dilalui untuk mencapai Puncak Argopuro, namun yang lebih sering ialah Jalur Baderan, dan Bremi. Jalur Bremi, memiliki banyak tanjakan-tanjakan terjal, namun sangat teduh karena dikelilingi Hutan.

Berbeda dengan Jalur Baderan, jalur Baderan tidak banyak memiliki tanjakan-tanjakan terjal, lebih banyak jalur landainya dan didominasi oleh savanna-savana yang indah, namun sangat panas, karena tidak dikelilingi Hutan seperti jalur Bremi. Jika tidak menyukai tanjakan-tanjakan terjal, sangat tidak disarankan naik melalui Bremi. Namun jika tidak menyukai turunan-turunan terjal, sangat tidak disarankan turun melalui jalur Bremi :D.
 
Sembari menikmati suasana di puncak, kami menikmati hidangan makan siang. Makan siang kali ini ialah hanya roti bakar dan ditemani dengan susu putih kental. Sebelum membuat roti bakar, aku memasak air untuk membuat teh manis, dan sereal untuk kuteguk. Setelah memasak air, aku kemudian mulai membuat roti bakar menggunakan trangia milik Ikhwan.

Satu persatu kumasukan potongan-potongan roti yang telah diolesi margarine itu. Satu persatu roti-roti itupun telah tersaji dan telah berhasil dibuat, kini saatnya kami melahapnya untuk makan siang kami. Sungguh terasa nikmat rasa roti ini, sampai-sampai tak ada yang tersisa, entah karena lapar atau karena enak, semuanya telah masuk kedalam perut-perut kami ini.
 
Waktu telah menunjukkan hampir jam setengah 4, dan kami telah merasa puas berada dan menikmati suasana puncak Argopuro. Kini saatnya kami membereskan barang-barang bawaan kami, untuk segera menuju ke puncak selanjutnya, yaitu Puncak Rengganis. Sebelum turun kami mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan kepada puncak Argopuro, dengan asa dihati, semoga bisa kembali ke tempat ini.

Untuk menuju ke Puncak Rengganis, kami harus kembali ke Savana Lonceng, melewati jalur yang tadi kami lewati, namun sudah tidak menanjak. Kami menuruni bukit ini, aku yang berada di depan, sesekali berlari saat menuruni jalur berdebu ini, hingga tak terasa aku meninggalkan Omi dan Ikhwan.

Dan tak terasa pula aku sudah sampai dibawah, kulihat Ikhwan dan Omi masih berada ditengah-tengah bukit. Akupun memutuskan untuk menunggu mereka di persimpangan Savana Lonceng, dan aku kembali berjalan membelah jalur yang didominasi oleh rerumputan ini. Dan tak terasa aku sudah sampai di persimpangan, akupun beristirahat sembari menunggu Ikhwan dan Omi.

Kira-kira 5 menit menunggu, mereka berdua tiba, lalu kami berjalan menaiki bukit untuk sampai ke puncak Rengganis. Jalur yang kami lewati sangat berbeda dengan jalur saat menaiki puncak Argopuro, walaupun menanjak tapi masih bersahabat. Debunya pun tidak sebanyak jalur di Puncak Argopuro, bahkan nyaris tanpa debu yang berterbangan.

Lagi-lagi seperti biasanya, Ikhwan dan Omi tertinggal dibelakangku, akan tetapi aku tetap saja berlalu, meninggalkan mereka. Sampai akhirnya, aku tiba ditempat datar yang mulai dipenuhi oleh bebatuan kapur. Hmm…sepertinya ini adalah tempat istana kerajaan dewi Rengganis pada masa lampau, ini terlihat dari bebatuan yang tersusun menyerupai sebuah istana.

Namun puncak Rengganis masih ada diatasnya lagi, akupun kemudian menujunya. Melewati bebatuan kapur, dan aku mulai mencium aroma bererang yang sangat pekat. Selain mencium aroma belerang, akupun sempat mencium aroma dupa. Aku menaiki bukit yang agak terjal itu, dari sini pemandangan sekitar sangatlah indah.

 
Aku bisa melihat sisa-sisa reruntuhan istana Dewi Rengganis dari sini, dan bukit-bukit yang lainnya, dan sampai akhirnya tidak terasa, aku telah berada di puncak Rengganis. Rasa Syukur langsung kuucapkan kepada Allah SWT, karena akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Puncak Rengganis, yang memiliki ketinggian 3.072 MDPL.

 
Sembari menunggu Ikhwan dan Omi yang belum tiba, aku menikmati pemandangan arah tempat ini. Di puncak ini terdapat sebuah tumpukan batu seperti menyerupai makam, apakah ini makamnya Dewi Rengganis, hmm…sepertinya begitu. Pemandangan indah tersaji dari sini, berbeda sekali dengan pemandangan di Puncak Argopuro tadi.

 
Konon katanya di puncak ini, kita tak boleh berteriak, jika berteriak maka seketika badai akan datang, sama seperti mitos di Taman Hidup. Hmm…entahlah waullahualam, namun aku tetap menghormati mitos tersebut. Tak henti-hentinya mataku terus memandang sekeliling, tak henti-hentinya aku berdecak kagum.

Keadaan yang sunyi sepi membuatku merasa berada dimasa lalu, masa dimana kerajaan ini masih ada, aku terus membayangkan berada di masa lalu tersebut. Asrinya kerajaan ini, tentang kehidupan dijaman kerajaan, kesibukan-kesibukan yang terjadi di istana, dengan pegawal-pegawalnya yang setia. Sejenak bayangan itu kurasakan, dan kemudian aku terus memandang sekeliling.

Ahhh…akhirnya pada pukul 4 sore, kedua temanku sampai juga disini, akhirnya kami menikmati suasana ini bersama. Tak lupa foto-foto menjadi aktifitas yang gak boleh terlewatkan, dan kami bertiga disugguhkan oleh pemandangan yang luar biasa menakjubkan, dari atas sini dan dari puncak ini.

Sedikit cerita tentang Dewi Rengganis yang aku pernah baca di buku. Dewi Rengganis adalah selir kesayangan Raja Majapahit pada jamannya. Karena ramalan seorang Empu, bahwa tampuk kerajaan Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis, Raja kemudian mengasingkannya ke puncak gunung. Di situ Raja juga membuat istana yang mirip dengan istana Dewi Rengganis sebelum diasingkan.

Akan tetapi kenapa sang Raja melalukannya?, Apa hanya karena itu sehingga Raja tega mengasingkan selir kesayangannya itu ke puncak gunung?, apa karena ada sesuatu yang lain?. Jika memang karena takut tampuk kerajaan akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis, sungguh malang nasib Dewi Rengganis, ia diasingkan hanya karena kekuasaan yang akan jatuh ke tangannya. Entahlah.

Dari cerita tersebut aku percaya, disini dulu memang benar-benar ada sebuah istana, itupun bisa dibuktikan dengan adanya bukti nyata. Sisa-sisa bangunan kerajaan masih bisa dijumpai disini. Aku selalu membayangkan, betapa cantik dan lembutnya wanita yang bernama Dewi Rengganis itu, sampai-sampai ia menjadi selir kesayangan Raja. Ahh..sudahlah, itu sudah menjadi masa lalu, aku hanya bisa mendoakan agar ia tenang berada dialamnya sana

 
Puas sudah menikmati pemandangan dan keindahan dari puncak Rengganis, kini saatnya kami turun dan kembali ke Cisentor. Jam setengah 5 sore kami mulai meningalkan puncak ini. Sembari turun kami sempatkan untuk melihat bangunan-bangunan apa saja yang masih tersisa, kami hanya melihat sebentar dan lalu kembali berjalan, kami seperti berada disebuah istana, banyak yang masih jelas tersisa disini.

Perjalanan turun, kami melewati jalur yang tadi kami lewati. Sampai di Savana Lonceng, kemudian belok ke kanan, dan berjalan menuju Rawa Embik. Sesampainya di Rawa Embik, kami bertemu dengan pendaki yang hendak bermalam disini, itu terlihat dari tenda yang mereka didikan di dekat aliran sungai tempat ini.

Kami berbincang-bincang sebentar dengan mereka, sembari melepaskan lelah sejenak. Mereka berasal dari Surabaya, dan berencana akan ke Puncak kesokan paginya. Selepas berbincang-bincang sejenak, kami berpamitan untuk kembali melanjutkan perjalanan ke Cisentor. Dan pada akhirnya sekitar jam setengah 7 malam lewat kami telah sampai kembali di Cisentor.

Tak ada tenda-tenda yang kami jumpai, tak ada pendaki-pendaki lain yang kami temui. Hanya tenda kami yang msih berdiri, dan hanya kami bertiga yang masih ada disini. Syukur Alhamdulillah kami sudah berhasil mencapai Puncak Argopuro dan Puncak Rengganis, kini saatnya kami beristirahat menghabiskan malam yang sepi ini.

Sebelum istirahat tidur, tak lupa kami menyantap makan malam terlebih dahulu. Malam ini diisi candaan antara aku dan Ikhwan, sementara Omi hanya cengar-cengir melihat candaan kami berdua, sembari menunggu makan malam yang sedang kami buat. Makan malam telah berhasil dibuat, dan kamipun melahapnya bertiga di dalam hangatnya lindungan tenda.

Selesai makan, dan akhirnya alunan sepi Cisentor mengantarkan kami untuk tertidur pulas, tertidur untuk mengapai bunga-bunga mimpi kami masing-masing. Esok kita masih melanjutkan perjalanan kawan!!, tidurlah dengan tenang, tidurlah dengan nyaman, tidurlah sampai nyenyak, hingga kita bertemu pada esok pagi.

bersambung

No comments:

Post a Comment